I. , DASAR INFEKSI NIFAS
1. Pendahuluan.
Dahulu infeksi nifas merupakan sebab kematian maternal yang paling penting, akan tetapi berkat kemajuan ilmu Kebidanan khususnya pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas serta pencegahannya dan penemuan obat-obat baru seperti sulfa, antibiotik dan lainnya di negara-negara maju peranannya sebagai penyebab kematian berkurang.
2. Riwayat.
Infeksi nifas sudah dikenal sejak jaman Hippocrates dan Galenius yang diduga penyebabnya karena tidak mengeluarkan lokia. Pada tahun 1849 Semmelweis untuk pertama kalinya berdasarkan pengalamannya pada Wiener Gebaranstalt menyatakan bahwa penyakit dalam nifas disebabkan oleh infeksi pada luka. Luka di jalan lahir yang sebagian besar datang dari luar. Pendapat Semmelweis ini mendapat tantangan hebat dan baru setelah lama kemudian Lister melaksanakan antisepsis pada pembedahan dengan hasil baik dan penemuan sebab-sebab infeksi nifas berkat kemajuan mikrobiologi.
3. Definisi.
Demam nifas Morbiditas Puerperalis meliputi demam pada masa nifas oleh sebab apa pun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, AS morbiditas puerperalis ialah kenaikan suhu sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum dengan mengecualikan hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.
4. Etiologi.
Bermacam-macam
o Eksasogen : kuman datang dari luar.
o Autogen : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.
o Endogen : dari jalan lahir sendiri.
Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh:
o Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
o Staphylococcus aerus menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi infeksi umum. Banyak ditemukan di RS dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
o E. coli berasal dari kandung kemih atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium.
o Clostridium Welchii, bersifat anaerob. Jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.
Cara terjadinya infeksi:
o Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
o Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya.
o Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
o Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain ke handuk, kain-kain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas.
o Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
o Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam.
o Gejala: kenaikan suhu disertai leukositosis dan tachikardi, denyut jantung janin meningkat, air ketuban menjadi keruh dan berbau.
o Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.
5. Faktor Predisposisi.
o Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
o Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
o Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
o Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
6. Patologi.
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan
o Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium.
o Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.
Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium
a. Vulvitis.
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan megeluarkan pus.
b. Vaginitis. Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
c. Sevicitis.
Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis.
Paling sering terjadi. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia)
Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.
Penyebaran melalui jalan limfe.
Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika)
Penyebaran melalui permukaan endometrium.
Salfingitis dan Ooforitis.
7. Gambaran Klinik.
a. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks.
b. Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat.
c. Nyeri bila kencing.
d. Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C – 40o C disertai menggigil.
e. Nadi kurang dan 100/menit.
Endometritis
Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir.
Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut Lokiometra.
Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.
Septikemia dan Piemia
Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toxinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
Piemia dimulai dengan tromboplebitis vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil dibawa keperadaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya.
Keduanya merupakan infeksi berat.
Gejala septikemia lebih akut dan dari awal ibu kelihatan sudah sakit dan lemah.
Suhu meningkat antara 39o C – 40C. Keadaan umum jelek, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih.
TD turun, keadaan umum memburuk.
Sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
Piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboplebitis, setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas.
Lab: leukositosis.
Lochea: berbau, bernanah, involusi jelek.
Peritonitis
Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian bawah, KU baik.
Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum Douglas
Sellulitis Pelvika
Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.
Salfingitis dan Ooforitis
Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis.
8. Pencegahan Infeksi Nifas
a) Selama kehamilan
Perbaikan gizi untuk mencegah anemia.
Coitus pada hamil tua hendaknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama persalinan.
Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalur jalan lahir.
Membatasi perlukaan.
Membatasi perdarahan.
Membatasi lamanya persalinan.
b) Selama nifas
Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang sehat.
9. Pengobatan Infeksi Nifas
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
Berikan dosis yang cukup dan adekuat.
Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas.
Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan
infeksi nasokomial.
Tujuan 1: mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
o Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan “perdarahan” / nyeri.
o Kaji tinggi fundus dan sifat.
o Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
o Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui dengan ASI.
o Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
o Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
o Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
o Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
o Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
o Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
o Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.
o Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.
o
Tujuan 2: identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.
Intervensi:
o Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
o Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin, chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler gonovine.
o Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
o Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah
o Pemberian analgetika dan antibiotika.
2.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
Tujuan : Nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi :
o Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus
o Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal:tegangan otot,gelisah.
o Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
o Berikan tindakan kenyamanan (misal:pijatan/masase punggung)
o Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri ,contoh : latihan relaksasi/napas dalam,bimbingan imajinasi,visualisasi)
o Kolaborasi:
- Pemberian obat analgetika.
Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan
- Pemberian Antibiotika
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan
atau ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Rasional : Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Prof. Dr. Rustam, Sinopsis Obstetri, ECG, Jakarta, 1989.
Wiknjosastro. Hanifa. Prof. Dr, Ilmu Kebidanan, Edisi III, Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992.
Bagian Obstetri Dan Ginekologi FK, UNPAD. Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung, 1982.
Jaffe. Maries RN. MS, Melson. Kathryna, RN. MSN. Maternal Infant Health Care Plans.
0 komentar:
Posting Komentar