Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pembahasan ini ingin menjawab satu permasalahan yang dihadapi para wanita. Ketika masuk waktu Zhuhur -misalnya jam 12-, ia belum juga mengerjakan shalat hingga jam 1 siang. Ketika jam 1, ia kedapatan haidh. Berarti ia tidak boleh mengerjakan shalat Zhuhur kala itu. Masalahnya, apakah ia mesti mengqodho’ (mengganti) shalat Zhuhur ketika ia suci setelah 6 atau 7 hari? Ataukah ia lepas dari kewajiban?
Mayoritas ulama (baca: jumhur) berpendapat bahwa wanita tersebut masih tetap punya kewajiban qodho’ yaitu mengganti shalat ketika ia suci. Karena ketika suci sebelum haidh saat itu, ia bisa mendapati shalat satu raka’at. Allah Ta’ala berfirman,
Namun ada pendapat berbeda yang menyatakan tidak perlu mengqodho’ shalat Zhuhur. Alasannya, kasus wanita semacam ini telah banyak terjadi di masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan wanita dalam keadaan seperti itu untuk mengqodho’ shalatnya setelah mereka suci. (Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1: 210)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Malik (berbeda dengan jumhur ulama), di mana tidak wajib untuk mengqodho dalam keadaan seperti itu karena qodho’ barulah wajib ketika ada kewajiban baru. Keadaan wanita tersebut bukan datang perintah baru. Karena jika si wanita mengakhirkan shalatnya, itu boleh dan tidak dikatakan ia lalai. Adapun orang yang tertidur dan lupa, walaupun ia bukan orang yang lalai, maka ia tetap mengerjakan shalat yang luput dari dirinya. Namun itu bukanlah qodho’, yang ia kerjakan adalah shalat di saat ia terbangun dan di saat ia ingat. (Majmu’ Al Fatawa, 23: 235). Pendapat terakhir dari Ibnu Taimiyah ini dirasa lebih kuat dilihat dari alasan yang diberikan yang begitu jelas.
Thank God, prayers and greetings to our Prophet Muhammad, his family and friends.
This discussion is wanted to answer one of the problems faced by women. When entering the time-for example Zhuhur at 12 -, he has also made his prayers until 1 pm. When the clock first, he found menstruation. Means he must not pray Zhuhur at the time. The problem is, whether he should mengqodho '(changing) when he is holy prayer Zhuhur after 6 or 7 days? Or did he escape from liability?
The majority of scholars (read: jumhur) argues that these women still had an obligation qodho 'that is replacing the prayer when he is holy. Because when the saint before menstruation at the time, he could have prayed one rak'ah. Allah the Exalted said,
إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا
"Indeed it is a fard prayer is timed for those who believe." (Surat an Nisa ': 103)
But there are different opinions expressed do not need mengqodho 'Zhuhur prayer. The reason, the case of a woman like this has occurred on the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam. However, he sallallaahu 'alaihi wa sallam did not order the women in such circumstances to mengqodho' after their holy prayers. (Saheeh Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1: 210)
Ibn Taymiyyah rahimahullah said,
Opinions are more powerful in this regard is the opinion of Abu Hanifa and Malik (unlike jumhur clerics), where it is not mandatory for mengqodho in such circumstances because qodho 'then mandatory when there are new obligations. The situation is not the woman comes a new command. Because if the woman mengakhirkan prayer, it is okay and did not say he was negligent. As for those who fall asleep and forget, even though he was not a person who fails, then he fixed his prayers which escape from himself. But that is not qodho ', which he had to do was to pray when he woke up and when he remembers. (Majmoo 'al-Fatawa, 23: 235). Last opinion of Ibn Taymiyyah is considered more robust views of the reasons given are so clear.
And Allaah knows best showab bish.
Pembahasan ini ingin menjawab satu permasalahan yang dihadapi para wanita. Ketika masuk waktu Zhuhur -misalnya jam 12-, ia belum juga mengerjakan shalat hingga jam 1 siang. Ketika jam 1, ia kedapatan haidh. Berarti ia tidak boleh mengerjakan shalat Zhuhur kala itu. Masalahnya, apakah ia mesti mengqodho’ (mengganti) shalat Zhuhur ketika ia suci setelah 6 atau 7 hari? Ataukah ia lepas dari kewajiban?
Mayoritas ulama (baca: jumhur) berpendapat bahwa wanita tersebut masih tetap punya kewajiban qodho’ yaitu mengganti shalat ketika ia suci. Karena ketika suci sebelum haidh saat itu, ia bisa mendapati shalat satu raka’at. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 103)Namun ada pendapat berbeda yang menyatakan tidak perlu mengqodho’ shalat Zhuhur. Alasannya, kasus wanita semacam ini telah banyak terjadi di masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan wanita dalam keadaan seperti itu untuk mengqodho’ shalatnya setelah mereka suci. (Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1: 210)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Malik (berbeda dengan jumhur ulama), di mana tidak wajib untuk mengqodho dalam keadaan seperti itu karena qodho’ barulah wajib ketika ada kewajiban baru. Keadaan wanita tersebut bukan datang perintah baru. Karena jika si wanita mengakhirkan shalatnya, itu boleh dan tidak dikatakan ia lalai. Adapun orang yang tertidur dan lupa, walaupun ia bukan orang yang lalai, maka ia tetap mengerjakan shalat yang luput dari dirinya. Namun itu bukanlah qodho’, yang ia kerjakan adalah shalat di saat ia terbangun dan di saat ia ingat. (Majmu’ Al Fatawa, 23: 235). Pendapat terakhir dari Ibnu Taimiyah ini dirasa lebih kuat dilihat dari alasan yang diberikan yang begitu jelas.
Wallahu a’lam bish showab.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Thank God, prayers and greetings to our Prophet Muhammad, his family and friends.
This discussion is wanted to answer one of the problems faced by women. When entering the time-for example Zhuhur at 12 -, he has also made his prayers until 1 pm. When the clock first, he found menstruation. Means he must not pray Zhuhur at the time. The problem is, whether he should mengqodho '(changing) when he is holy prayer Zhuhur after 6 or 7 days? Or did he escape from liability?
The majority of scholars (read: jumhur) argues that these women still had an obligation qodho 'that is replacing the prayer when he is holy. Because when the saint before menstruation at the time, he could have prayed one rak'ah. Allah the Exalted said,
إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا
"Indeed it is a fard prayer is timed for those who believe." (Surat an Nisa ': 103)
But there are different opinions expressed do not need mengqodho 'Zhuhur prayer. The reason, the case of a woman like this has occurred on the Prophet sallallaahu 'alaihi wa sallam. However, he sallallaahu 'alaihi wa sallam did not order the women in such circumstances to mengqodho' after their holy prayers. (Saheeh Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1: 210)
Ibn Taymiyyah rahimahullah said,
Opinions are more powerful in this regard is the opinion of Abu Hanifa and Malik (unlike jumhur clerics), where it is not mandatory for mengqodho in such circumstances because qodho 'then mandatory when there are new obligations. The situation is not the woman comes a new command. Because if the woman mengakhirkan prayer, it is okay and did not say he was negligent. As for those who fall asleep and forget, even though he was not a person who fails, then he fixed his prayers which escape from himself. But that is not qodho ', which he had to do was to pray when he woke up and when he remembers. (Majmoo 'al-Fatawa, 23: 235). Last opinion of Ibn Taymiyyah is considered more robust views of the reasons given are so clear.
And Allaah knows best showab bish.
0 komentar:
Posting Komentar