Pertanyaan :
Asslam 'Alaikum Warahmatullah Wabarakatuhu . . .
Asslam 'Alaikum Warahmatullah Wabarakatuhu . . .
Ustad saya bermaksud menceraikan istri saya karena istri saya selalu menolak untuk dibawa ke tmpat saya bekerja dengan alasan jauh dengan keluarga dia sedang kami sudah punya anak 3. mohon penjelasan ustad sesui syariat islam.
Sudono
_______________________________
Wa'alaikum Salam Warahmatullah Wabarakatuhu . . .
Saudara penanya yang dirahmati Allah… semoga Allah melimpahkan kesabaran kepada Anda dan keluarga, menjadikan rumah tangga Anda sebagai Baiti Jannati.
Sebagai suami, Anda berhak mengatur kehidupan keluarga Anda dengan keputusan-keputusan yang tidak melanggar syariat. Dan bagi orang ada di bawah tanggungjawab Anda (istri dan anak) wajib taat kepada keputusan Anda tersebut. Terkhusus bagi istri, dia wajib taat kepada suami dalam perkara yang ma'ruf (baik), yang berkaitan dengan agama ataupun kehidupan harian. Selama itu tidak melanggar aturan Allah, maka istri wajib taat terhadap suami. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, "Sebaik-baik istrimu adalah istri yang apabila engkau memandangnya membuatmu tertarik, jika engkau memerintahkannya ia taat kepadamu, dan jika engkau tidak ada di rumah ia menjagamu dalam dirinya dan hartamu." Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca ayat, "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. . ." (QS. Al-Nisa': 34)
Dan dalam problem Anda, maka istri Anda harus diberitahu tentang kedudukannya dalam keluarga, bahwa suaminya adalah pemimpin baginya yang wajib ditaati olehnya. Ia wajib taat kepada Anda dalam memutuskan tempat tinggal karena ini merupakan wilayah di mana Anda memiliki keputusan. Hanya saja sikap bijak dengan mengajak musyawarah dan memahamkan kepada mereka harus pula dilakukan.
Bagi wanita, setelah ia berkeluarga maka suaminya lebih wajib ditaati daripada ibu dan bapaknya sendiri. Suami wajib membimbing dan mengarahkan istrinya untuk taat kepada Allah Ta'ala sebagaimana ia berkewajiban memenuhi nafkah mereka berupa sandang (pakaian), pangan (makan dan minum) dan papan (tempat tinggal). Untuk sempurnanya tugas dan kewajiban ini, hendaknya suami berada pada satu wilayah yang ia bisa menegakkan kepemimpinannya. Di antaranya memiliki/tinggal di rumah sendiri. Sedangkan kalau tinggal bersama mertua, maka bisa jadi ia tidak bisa menjalankan tugas qawamah (kepemimpinan) tersebut dengan baik. Apalagi kalau orang tua intervensi dalam keluarga, maka ini adalah kondisi yang tidak bisa dibenarkan. Oleh sebab itu, keputusan untuk membawa istri dan anak-anak Anda ke tempat kerja Anda sekarang –jika tidak ada kekhawatiran akan rusak agama dan akhlah mereka- adalah tindakan benar. Dan seharusnya istri Anda dan orang tuanya dengan legowo melepasnya dengan terus didoakan agar Allah menjaga mereka.
Dan jika terjadi, seorang istri tidak mau taat kepada suami (membangkang perintah dan keputusannya yang ma'ruf) maka tindakan pelurusan haruslah dilakukan. Suami tidak boleh terburu-buru untuk menggunakan hak talaknya. Apalagi Anda sudah memiliki tiga putera yang pastinya perceraian akan berdampak dalam kehidupan mereka.
Di antara tuntunan Islam dalam menyikapi istri yang membangkang (nusyuz) kepada suami terdapat dalam firman Allah Ta'ala:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al-Nisa': 34)
Wanita yang sudah membangkang kepada suami dengan tidak mau mentaatai perintahnya dan membuatnya marah, maka ia harus dinasihati dan ditakuti-takuti akan siksa Allah dalam pembangkangannya (maksiat) tersebut. Allah telah menetapkan kewajiban atas istri untuk taat kepada suaminya dan mengharamkan sikap durhaka kepadanya. Allah juga telah menetapkan kewajiban padanya untuk mencari keridhaan suaminya dan menjauhi kebenciannya, serta tidak enggan melayani suaminya kapan saja ia mau.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang, pasti aku perinthakan seorang istri untuk taat kepada suaminya, karena besarnya hak yang dimiliki suami atasnya." (HR. al-Tirmidzi dan Ahmad)
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin 'Auf, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "JIka wanita menjalankan shalat lima waktu, berpuasa sebulan penuh, menjaga kemaluannya, dan taat kepada suminya maka dikatakan kepadanya; Masuklah surga dari pintu mana saja yang engkau mau." (HR. Al-Tirmidzi dan Ahmad)
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa wanita yang meninggal dunia sementara suaminya ridha kepadanya maka ia pasti masuk surga." (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkata kepada Bibi Husain bin Mihshan, "Perhatikan penialiannya terhadapmu sesungguhnya ia (suamimu) adalah surga dan nerakamu." (Hadits Hasan riwayat Ahmad)
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, "Siapa wanita (istri) yang dipanggil suaminya ke ranjangnya (untuk melayaninya) tapi ia menolak, maka Malaikat melaknat istri tersebut sampai pagi."
Jika sudah dinasihati namun ia tetap tidak sadar, maka "dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka" yang menurut Ibnu Abbas: Masih satu ranjang tapi dipunggungi, tidak digauli, dan tidak diajak bicara. Sementara menurut yang lain, tidak satu ranjang dengannya tapi masih satu kamar. Jika wanita normal, pasti ia tersiksa dengan itu.
Jika tetap tidak mau sadar, maka " pukullah mereka " yaitu pukulan di selain wajah dan tidak melukai dan tidak membuat cacat, seperti memukul dengan telapak tangan dan semisalnya. Jika tetap tidak mau sadar, maka ambil perwakilan dari keluarga besar istri dan satu perwakilan dari keluarga besar suami untuk berembuk dan menyadarkan. Jika tidak juga, barulah proses cerai dilakukan.
Semoga Allah tetap menjaga keluarga Anda, menyatukan hati Anda berdua dan melunakkan masing-masing untuk tunduk kepada ketetapan Islam dalam aturan hak dan tanggungjawab dalam keluarga. Semoga bermanfaat, baarakallahu fikum. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh: Badrul Tamam
0 komentar:
Posting Komentar